Sunday 23 April 2017

Sebuah Ucapan Selamat Tinggal

Berapa lamanya hubunganmu bertahan, tidak pernah menjamin hal itu akan berlangsung selamanya. Karena selamanya itu tak pernah ada, toh perpisahan itu nyata. Antara takdir atau kematian yang jadi penyebabnya. Aku memilih takdir untuk mengakhiri kisah ini, takdir ketika perasaan tak lagi sama dan hanya luka yang menjadi tinta, menorehkan sakit pada buku harian kita. Aku, kamu, kita bukanlah lagi kita.

Berapa lamanya hubunganmu bertahan, bisa jadi hanya soal berapa lama kamu bisa menahan luka dan sabar. Luka bisa dirawat, disembuhkan, kata orang. Tapi terlanjur jadi parut, mau apa?
Ada orang bilang sabar itu tak berbatas. Tapi kubilang orang itu dewa. Aku tak bisa.

Berapa lamanya hubunganmu bertahan, bisa jadi hanya soal kamu takut sendiri aku takut sepi. Lalu kebersamaan apa yang kau maksud dengan menyakiti? Ramai apa yang kumaksud kalau ternyata hatiku sepi pun saat bersamamu.

Berapa lamanya hubunganmu bertahan, bisa jadi hanya soal ketakutan. Ketakutan menjalani status dan hidup yang baru. Ketakutan akan suatu hal yang dicoba saja pun belum. Kalau ada orang yang merasa berani karena tidak takut hantu, aku pun merasa berani karena (sudah) tidak takut untuk memulai semua ini dari awal.

Maafkan aku, karena berapa lamanya hubunganmu bertahan, toh akhirnya akan hancur juga bila rasa cinta hanya dipupuk oleh kemarahan.

Selamat tinggal kisah terbaik. Sampai bertemu di masa depan, dengan takdir yang baru yang entah seperti apa jadinya. Selamat mengukir kisah masing-masing.

Yogyakarta, 24 April 2017